Sabtu, 03 Januari 2015

Hujan

Hujan deras mengguyur kota malam itu. Sebuah mobil melaju dengan kecepatan penuh melewati jalan raya yang cukup sepi, diikuti sebuah mobil lainnya di belakang. Keduanya terlihat saling membalap.

 

Mobil yang berada di depan melaju terlalu cepat hingga kendaraannya tidak mampu lagi dikendalikan ketika tiba-tiba sebuah truk besar melaju dari arah yang berlawanan. Si pengemudi berusaha menghentikan mobil dengan membanting setir. Namun terlambat. Sisi kiri mobil itu terlanjur menabrak truk yang ada di hadapannya. Tabrakan beruntun pun terjadi hingga menimpa mobil kedua yang tadi berada di belakang.

 

Jalan raya itu porak poranda seketika. Sebuah truk dan dua buah mobil tersebut sudah terlihat tak berbentuk sempurna lagi. Begitu pula penumpang-penumpangnya yang tak terselamatkan.

 

Malam itu mrnjadi malam yang akan selalu ku kenang. Suara samar penelepon mengabarkan sesuatu yang buruk. Dan seakan tersengat petir di luar sana, ponsel pun terlepas dari genggamanku.

 

Hujan yang turun seakan-akan menambah kepedihan seorang insan yang ditinggal pergi sandaran hati, belahan jiwa, serta teman hidup. Bukankah dia sudah berjanji untuk pulang? Lalu mengapa wujudnya tak juga muncul bahkan hingga hujan telah berhenti?

 

Begitu banyak hal yang belum terucapkan. Belum banyak waktu yang dihabiskan bersama. Apa dia akan pergi begitu saja? Sangatlah tidak adil bagiku untuk melewati semua ini seorang diri. Menangisi fotonya yang terpajang rapi di figura hanya akan membuatku ingin lari dari kenyataan.

 

Tak bisakah waktu kuputar kembali?

 

Hujan kembali turun malam ini. Dan andai saja pertengkaran itu tidak pernah terjadi, hujan di malam kemaren tidak akan seperih sekarang. Terlalu telat untuk menyesal, tidak ada yang dapat diperbaiki. Hujan malam ini turun untuk menemaniku yang kesepian. Air mataku bahkan telah habis. Apa lagi yang kuharapkan?

 

Ponselku berdering. Kali ini terdengar jelas suara penelepon di ujung sana. Suara khasnya masuk ke telinga dan memenuhi seluruh tubuhku. Kuharap kabar baik yang akan kudengar. Tapi tiada lain dan tiada bukan hanyalah sebuah kata 'maaf'.

 

Hujan yang turun semakin deras seolah menutupi tangisanku yang pecah seketika. Hanya satu kata yang kudengar darinya hingga mampu memaksaku untuk kembali terisak.

 

Aku benci hujan. Tapi saat ini, hujan lah yang setia mendengarkan tangisanku. Di saat yang lain berusaha menguatkanku dan membantuku menjalani hari-hari ke depan, hujan hanya diam. Memberiku kesempatan untuk mengenangnya. Entah harus berterima kasih atau tidak, tapi hujan begitu berpengaruh dalam hidupku. Siap atau tidak, aku akan tetap berhadapan dengannya. Aku tidak bisa menghindarinya, bahkan jika aku mau.

 

Kuharap hujan yang selanjutnya akan membuatku bahagia hingga suaranya bukan hanya terdengar dari ponsel saja, tetapi secara langsung. Dirinya berdiri di hadapanku dengan tangan terulur yang kusambut tanpa ragu. Lalu kami pun melangkah bersama menuju cahaya terang dan tidak pernah lagi bertemu hujan.

[Tantangan #KabarDariJauh @KampusFiksi]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar